(Opini) Seni Kritik Konstruktif dalam Pendidikan
Dalam kehidupan manusia seringkali memunculkan berbagai situasi yang tidak selalu sejalan dengan harapan yang kita miliki. Dalam banyak kasus, kenyataan di lapangan seringkali berbeda dengan ekspektasi yang kita bawa. Dalam konteks pendidikan, misalnya, guru mungkin memiliki harapan dan target tertentu terkait hasil belajar peserta didik. Namun, dalam realitasnya, tidak jarang kita menemui peserta didik yang menghadapi kesulitan untuk mencapai tingkat pencapaian yang diinginkan tersebut.
Hal ini dapat terjadi karena berbagai faktor, seperti perbedaan gaya belajar, tingkat pemahaman yang beragam, atau kendala pribadi yang memengaruhi kemampuan belajar. Guru seringkali dihadapkan pada tantangan untuk memahami perbedaan ini dan menyesuaikan metode pengajaran mereka agar sesuai dengan kebutuhan individual setiap peserta didik.
Masalah yang muncul ketika peserta didik tersebutterlalu sensitifsehinggadapat menciptakan dinamika yang kompleks dalam lingkungan pendidikan. Kepekaan yang berlebihan dapat mengarah pada berbagai tantangan, baik untuk murid tersebut sendiri maupun bagi guru dan rekan-rekannya.
Peserta didik yangsangat sensitif mungkin kesulitan menerima kritik atau umpan balik konstruktif. Hal ini dapat mempengaruhi perkembangan mereka karena mereka mungkin merasa terlalu terpukul oleh komentar yang sebenarnya bersifat membangun.Dengan kata lain, mereka cenderung merespons kritik atau umpan balik dengan tingkat emosi yang tinggi. Mereka mungkin mengalami perasaan terlalu terpukul atau terluka, bahkan jika kritik tersebut sebenarnya bertujuan untuk membantu mereka berkembang.
Ketika seorang guru mendapati dirinya dalam situasi di mana harus memutuskan antara mengingatkan murid atau membiarkannya, terkadang muncul kebimbangan yang kompleks.Saat guru memberikan pengingatan dan kritik, mungkin membuat murid merasa terpukul, sementara membiarkan tanpa bimbingan dapat menghambat perkembangan mereka. Apabila guru hanya memberikanpujiandapatmembuat murid menjadi manusia yang enggan menerima masukan kritis.
Dalam situasi yang menantang ini, seorang guru tidak hanya bertanggung jawab untuk menyampaikan materi pelajaran, tetapi juga dituntut untuk menjadi pengamat yang cermat terhadap berbagai dimensi kehidupan peserta didik. Keterampilan pedagogisnya harus diterapkan dengan memahami karakteristik fisik, moral, sosial, budaya, emosional, dan intelektual dari setiap individu di kelassehingga guru dapat menyampaikan kritikan kepada peserta didik tersebut dengan baik dan benar.
Guru dapat menggunakan metode sandwich, atau juga dikenal sebagai teknik sandwich feedback, dapat menjadi alat yang efektif dalam konteks pendidikan. Dalam metode ini, guru menyajikan umpan balik kritik diapit antara pujian atau umpan balik positif. Pendekatan ini dirancang untuk membuat peserta didik lebih terbuka terhadap kritik konstruktif dan menciptakan lingkungan belajar yang positif.
Contoh penerapan metode sandwich adalah ketika guru memberikan umpan balik yang konstruktif kepada peserta didik tentang kualitas pekerjaan mereka, lalu diawali atau diakhiri dengan pujian terkait aspek yang berhasil. Misalnya, guru memberikan tugas membuat poster, "Pertama-tama, saya ingin memberitahu Anda bahwa saya sangat menghargai kerja keras Anda dalam menyelesaikan tugas ini. Saya melihat usaha Anda untuk menyajikan argumen yang kuat. Namun, mungkin ada beberapa materi yang tidak sesuai dan kurang tepat sehingga Anda perlu memperbaikinya lebih lanjut. Selebihnya, saya senang melihat pekerjaan Anda yang dikerjakan dengan baik dan memiliki estetika yang bagus."
Metode sandwich dapat membantu mengurangi resistensi terhadap umpan balik yang bersifat kritis, sementara tetap memberikan arahan untuk perbaikan. Ini menciptakan keseimbangan yang lebih baik antara memberikan umpan balik konstruktif dan memelihara semangat positif dan motivasi peserta didik.
Dengan menggunakan metode sandwich, guru berusaha mencapai keseimbangan antara memberikan arahan kritis yang diperlukan dan memelihara motivasi serta rasa percaya diri peserta didik. Pendekatan ini memegang prinsip bahwa pesan kritis dapat lebih baik diterima dan diintegrasikan ketika disajikan dalam konteks positif yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan peserta didik.
Penulis: Ikhsan Rifai
(Mahasiswa PLP PAI di SMA Negeri 8 Yogyakarta)