(Opini) Respon Claim "Malin Kundang part II ? Emang iya?"
Belakangan ini jagat dunia maya digemparkan dengan satu kasus perseteruan antara seorang anak dan ibu. Tidak bisa dipungkiri bahwa masalah keluarga sering kali memang ada. Tapi kembali lagi pada bagaimana setiap keluarga dapat menyelesaikan masalah yang ada. Sejatinya, masalah yang terlalu banyak dan tidak menemukan titik terang penyelesaiannya rawan terjadi peluapan emosi yang meledak-ledak. Karena tekanan batin tersebut, seseorang kerap kali sulit mengendalikan dirinya dari emosi yang melanda.
Dunia sosial media yang harusnya dimanfaatkan untuk hal yang positif, dengan tayangan tersebut akhirnya pandangan orang lain bercampur penuh dengan nilai-nilai negatif. Lebih mirisnya, dunia medsos yang sudah diakses oleh semua umur menampilkan tayangan-tayangan yang kurang bermanfaat. Masalahnya, kini anak-anak di bawah umur dapat mengakses medsos secara bebas. Sehingga dikhawatirkan mereka berpotensi mencontoh tindakan yang dikatakan tidak terpuji. Untuk itu kita sebagai pengguna medsos dan masyarakat yang bijak tentunya merespon hal ini dari berbagai sudut pandang. Dari kasus ini kita bisa fokus ke poin psikologi bagaimana tentang pentingnya parenting dan self-controlling. Sedangkan dalam sudut pandang yang lain, sebagai seorang muslim tentunya fokus kita pada poin pentingnya birul walidain.
Birrul Walidain
Sebagai umat muslim, penulis memandang bahwa berperilaku tidak baik kepada orang tua itu tidaklah dibenarkan apapun alasannya. Kasus ini cukup menarik, namun bagi penulis pribadi kasus ini merupakan hal yang amat miris. Islam begitu memuliakan sosok orangtua. Akan tetapi realitanya, fakta lapangan tidak sepenuhnya menunjukkan seorang anak mampu memuliakan orang tua mereka.
Dalam Islam, kita tentunya sudah tidak asing dengan istilah Birrul walidain, Birrul Walidain ini mencakup segala bentuk penghormatan, ketaatan, kasih sayang, dan perhatian baik secara fisik maupun emosional seorang anak terhadap kedua orang tua. Dalam ajaran Islam, berbakti kepada orang tua dianggap sebagai salah satu tindakan yang sangat mulia dan dianjurkan, bahkan dianggap sebagai kewajiban. Perhatikan ayat-ayat berikut :
وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوٓا۟ إِلَّآ إِيَّاهُ وَبِٱلْوَٰلِدَيْنِ إِحْسَٰنًا ۚ إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِندَكَ ٱلْكِبَرَ أَحَدُهُمَآ أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُل لَّهُمَآ أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا
Artinya : ‘’Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.’’ (QS: Al Isra ayat 23)
Makna kata “ah” di dalam ayat tersebut menurut saya sama dengan bahwa kita dilarang untuk membantah orang tua itu saja, menurut saya kata “ah” ini luas maknanya yang intinya disamakan bahwa hal-hal yang bersifat membantah dan berperilaku tidak baik kepada orang tua itu dilarang. Dalam video yang kita saksikan bahwa terdapat banyak sekali kata-kata mengumpat dan kata-kata kotor yang tidak selayaknya dilontarkan seorang anak kepada orang tuanya. Selain itu, وَٱخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ ٱلذُّلِّ مِنَ ٱلرَّحْمَةِ وَقُل رَّبِّ ٱرْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِى صَغِيرًا“ memiliki arti “Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil". (QS: Al Isra ayat 24). Dari ayat tersebut, kita sebagai anak dihimbau untuk merendahkan diri, atau dalam kata lain kita dihimbau untuk senantiasa mendo’akan kebaikan bagi mereka. Sebagai anak kita tidak akan pernah mampu membalas jasa kedua orang tua, maka sebab itu setidaknya berusahalah kalian menjadi anak yang membuat senang orang tua.
وَإِن جَٰهَدَاكَ عَلَىٰٓ أَن تُشْرِكَ بِى مَا لَيْسَ لَكَ بِهِۦ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا ۖ وَصَاحِبْهُمَا فِى ٱلدُّنْيَا مَعْرُوفًاۖ
Artinya : “ Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik.” (QS: Al-Luqman ayat 15). Dari ayat tersebut juga kita mengambil hikmah bahwa kita harus senantiasa menjaga hubungan baik dengan kedua orang tua.
Pentingnya Parenting Yang Baik
Semua orang tua pastinya ingin memberikan sesuatu yang paling terbaik untuk anaknya. Sebagai calon orang tua, kita tentunya harus banyak belajar dan mengamati fenomena di sekitar kita yang terjadi. Hal ini sebagai acuan agar perkembangan buruk calon anak kita nanti dapat dihindari. Parenting atau pola asuh secara umum ditujukan pada suatu cara atau tujuan sosok orang tua dalam memperlakukan anaknya dalam berbagai hal baik seperti berkomunikasi, bertindak, sikap disiplin, dan sebagainya.
Kegagalan dalam parenting beresiko besar terhadap gangguan kesehatan mental anak. Permasalahan kesehatan mental pada anak biasanya bahkan tidak disadari atau tidak diketahui oleh orang tua. Kesehatan mental anak jika dapat dijaga dengan pola asuh yang baik sejak bayi dan balita akan memberikan rasa kepercayaan dalam menghadapi situasi apapun, sehingga pada saat dewasa akan tumbuh menjadi orang mempunyai tindakan mental yang sehat. Jika pola asuh yang diberikan tidak sesuai, maka sesuatu yang terjadi yaitu sebaliknya.
Tidak hanya itu, poin yang menjadi sorotan selanjutnya yaitu sikap labil. Saat remaja, kita pun mengalami fase labil tersebut. Di fase remaja tersebut, kita tentunya memiliki pemikiran yang lebih rumit dan kompleks. Kita juga cenderung menemukan prinsip, ide, atau pernyataan yang belum tentu benar. Selain itu, perkembangan kognitif mereka mengarahkan kita untuk membandingkan dan memperdebatkan apa yang menurut kita benar.
Perubahan fase remaja ke fase dewasa diakibatkan karena beberapa faktor. Salah satu faktornya yaitu perubahan hormonal yang tidak menentu. Oleh karena itu, saat remaja kita akan lebih rentan mengalami krisis psikologis yang dapat berdampak signifikan pada suasana hati dan perilaku diri kita sendiri. Menurut Hall (Sarwono, 2011), masa remaja merupakan masa 'badai dan stres', masa emosi dan terkadang ledakan emosi karena konflik nilai. Perasaan penuh gairah ini bisa jadi sulit tidak hanya bagi remaja, tetapi juga bagi orang tua dan orang dewasa di sekitar mereka. Namun dibalik perilaku yang cenderung negative tersebut, sebenarnya perasaan menggebu-gebu itu juga memiliki manfaat. Mengapa hal tersebut dapat terjadi? Hal itu karena pada dasarya ,reaksi orang-orang di sekitarnya akan menentukan masa depannya. bagi seorang remaja yang sedang mencari jati diri, mereka akan menjadi lebih agresif, emosional (emosi tidak stabil), dan kehilangan kendali atas dorongan hati mereka. Untuk menghindari fase labil tersebut, sebagai orang dewasa kita mengupayakan beberapa hal. Contohnya yaitu membantu mereka mengenali emosi, mengajak mereka untuk berinteraksi dengan teman sebayanya, wawasan mereka yang dikembangkan, diskusi yang dilakukan dua arah, dan membuat mereka untuk terbiasa berpikir matang terlebih dahulu sebelum bertindak sesuatu.
Penulis : Arrum Sumanding Zamani (Pendidikan Biologi 2021)
PLP MAN 1 Sleman 2024